YAYASAN MASJID RAHMAT
JL. KEMBANG KUNING NO. 79-81
TILP. 69415
S U R A B A Y A
Riwayat Singkat Mbah Karimah
Dalam awal abad ke-15 di Surabaya bagian selatan masih hutan belantara, seperti Wonokromo, Wonosari, Wonokitri (wonohutan). Orang yang mulai membabat alas bernama Wiroseroyoberumah di hutan Kembang Kuning, yang tiap-tiap pagi bekerja masuk hutan keluar hutan, dan dia ini menganut agama Hindu.
Tiap-tiap pagi dia lewat di Kembang Kuning, selalu terdengar orang seperti berbicara, tetapi tidak terlihat orangnya, siapa dan di mana orang bicara tersebut. Pada suatu hari, sengaja Pak Wiroseroyo mencari suara itu bersama anaknya perempuan bernama Kariman. Ternyata orang yang kedengaran bicara itu, seorang pemuda ganteng, menghadap ke barat dengan menjunjung tangannya, ditegurnya berkali-kali tetapi tidak menjawab, rupanya dia sedang bertapa.
Pak Wiroseroyo berniat akan membuatkan rumah untuk orang tersebut tanpa sepengetahuannya, di belakang dia tafakkur tidak bergerak itu. Setelah mulai menggali pondasi, ternyata orang itu mulai menoleh dan bergerak dan mengenalkan diri dengan nama Rahmat.
Tingkah laku Rahmat itu simpatik, menarik dan dia memberitahukan menganut Agama Islam, yang betul-betul baru bagi Pak Wiroseroyo yang masih beragama Hindu itu. Lama kelamaan Pak Wiroseroyo menganut agama Islam dan niatnya dulu akan membuatkan rumah dilanjutkan tetapi bukannya rumah, melainkan Masjid.
Tiap pagi Pak Wiroseroyo dan si Rahmat bekerja keras membuat MAsjid ini, dan tiap-tiap hari keduanya dikirim makan minum oleh si Karimah, dan akhirnya Rahmat diambil menantu oleh Pak Wiroseroyo dinikahkan dengan puterinya Karimah itu. MAsjid yang dibuat oleh R. Rahmat dan Pak Wiroseroyo itu terletak di Kembang Kuning dengan atap alang-alang, yang termasuk masjid tertua di Jawa, yang pada zaman dahulu dikenal si pembuatnya dengan nama langgar tiban yaitu masjid Rahmat petilasan Sunan Ampel yang kemudian diganti dengan nama Masjid Rahmat, untuk mengabadikan nama pembangunnya R. Rahmat.
Masjid Rahmat ini pernah menjadi pusat kegiatan Dakwah, bahkan semua Wali-wali sembilan orang di Jawa yaitu Wali Songo membicarakan Islam di Masjid Rahmat ini.
Setelah R. Rahmat dewasa, beliau hijrah ke utara membuat Masjid baru dan pesantrennya kemudian wafat serta dimakamkan di rumahnya yang sampai sekarang terkenal dengan nama Sunan Ampel.
Pak Wiroseroyo sejak punya puteri Karimah dipanggil dengan panggilan Pak Karimah, tetapi setelah beliau sepuh (tua) dan puteri serta menantunya pindah ke Ampel, beliau dipanggil dengan panggilan Mbah Karimah.
Masjid Rahmat itu sekarang terletak di Jl. Chairil Anwar 27 Surabaya, makam Mbah Karimah sekarang ini ada di Kembang Kuning Gang Kramat Surabaya + 300 meter ke arah Selatan dari Masjid Rahmat.
Surabaya, 9 Maret 1981
Disusun oleh H. Moch. Taufik
bersama A. Hamid Hasbulloh
Dokumentasi:
Bagikan informasi tentang Mbah Karimah, Saksi Sejarah Toleransi Masyarakat Surabaya di Era Majapahit kepada teman atau kerabat Anda.
*Pemesanan dapat langsung menghubungi kontak di bawah ini:
*Pemesanan dapat langsung menghubungi kontak di bawah ini:
*Pemesanan dapat langsung menghubungi kontak di bawah ini:
Belum ada komentar untuk Mbah Karimah, Saksi Sejarah Toleransi Masyarakat Surabaya di Era Majapahit